NAMA : YO'ELI HULU
NIM : 2012 22 030
JUR : KOMPUTERISASI AKUNTASI
TGS : CHARACTER BUIDING
Banyak ungkapan, dan tentunya tidak
ada yang menyangkal, bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Manusia dikaruniai akal budi, perasaan dan kehendak. Akal adalah untuk berpikir
sebagai sumber ilmu dan teknologi. Perasaan adalah alat untuk menyatakan
keindahan sebagai sumber seni budaya. Adapun kehendak adalah alat untuk menilai
mana yang baik dan mana yg buruk. Selain kemampuan yang memilik secara
individu, manusia adalah juga makhluk yang terkait dengan lingkungannya.
Keterikatan tersebut tampak pada kehidupan manusia sebagai makhluk social
dengan dengan perilaku tyang bersifat etis yang dimiliknya. Perilaku etis
manusia itulah yang mendasari munculnya etika sebagai sebuah ilmu yang
mempelajari nilai-nilai yang baik dan buruk
dalam kehidupan. Bahkan, etika berkembang tidak sekedar sebagai sebuah
ilmu tentang nilai baik dan buruk melainkan sebagai studi tentang kehendak
manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar
dan yang salah dalam tindak perbuatan.
Secara lebih detail, berikut adalah
pembahasan mengenai pengertian etika, kemudian dilanjutkam hubungan etika
dengan moral, etika dengan filasafat, dan etika dengan ilmu pengetahuan yang
akhirnya yang membawa kita pada suatu pengertian “manusia sebagai makhluk yang
beretika”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia terbita
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988) merumuskan pengertian etika dalam
tiga arti sebagai berikut:
1. Ilmu tentang
apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
2. Kumpulan
aasa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat.
Dari
asal-usul katanya, etika berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari kata tersebut akhirnya etika
berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasrkan kesepakatan,
menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam
kehidupan pada umumnya.
Menurut Profesor Robert Salomon,
etika dapat dikelompokan menjadi dua definis yaitu:
- Etika
merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika
adalah orang yang baik. Pengertian ini disebut pemahaman manusia sebagai
individu yang beretika.
- Etika merupakan
hukum social. Etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta
membatasi perilaku manusia.
Pada perkembangan, etika telat
menjadi sebuah studi. Fagothey (1953) mengatakan bahwa etika adalah stdui
tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan yang
benar dan yang salah dalam tindak perbuatannya. Pernyataan tersaebut ditegaskan
kembali oleh Sumaryono (1995) yang menyatakan bahwa etika merupakan studi
tentang kebeneran dan ketidakbeneran berdasarkan kordat manusia yang diwujudkan
melalui kehendak manusia dalam perbuatannya.
1.2 Etika, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Hubungan etika, filsafat dan ilmu
pengetahuan Filsafat sendiri merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup
manusia, yang bertugas meneliti dan menentukan semua fakta konkret hingga yang
paling mendasar. Ciri ikhlas filsafat adalah upaya menjelaskan pertanyaan
selalu menimbulkan pertanyaan baru.
Abdul Kadir (2001) memperinci
unsure-unsur penting filsafat sebagai ilmu sebagai berikut:
- Kegiatan intelektual,Bahwa filsafat merupakan kegiatan
yang memerulakan intelektual atau pemikiran.
- Mencari makna yang hakiki, Filsafat memerlukan
interpretasi terhadap sesuatu dalam kerangka pencarian makna yang hakiki.
- Segala fakta dan gejala Bahwa objek dari kegiatan
filsafat adalah fakta dan gejala yang terjadi secara nyata.
- Dengan cara refleksi, metodis dan sistematis, Filsafat
memerlukan suatau metode dalam kegiatannya serta membutuhkan prosedur-prosedur
yang sistematis.
- Untuk kebahagiaan manusia, Tujuan akhir filsafat
sebagai sebuah ilmu adalah untuk kebahagiaan umat manusia.
Etika merupakan bagian filsafat,
yaitu filsafat moral. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan untuk itu antara
lain adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan buruk,
benar atau salah berdasarkan kordat manusia yang diwujudkan dalam kehendaknya.
Sebagai sebuah ilmu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kehendak
manusia dalam mengambil keputusan untuk berbuat, yang mendasari hubungan antara
sesama manusia. Di samping itu, etika juga merupakan studi tentang perkembangan
nilai moral untuk memungkinkan terciptanya kebebasan kehendak karena kesadaran,
bukan paksaan. Adapun alasan yang terakhir mengukapkan bahwa etika adalah studi
tentang nilai-nilai manusiawi yang berupaya menunjukkan nilai-nilai hidup yang
baik dan benar menurut manusia.
Dalam
konteks etika sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan ini, perlu dilakukan
pemisahan antara etika dan moral. Etika adalah ilmu pengetahuan, sedangkan
moral adalah objek ilmu pengetahuan tersebut. Dan sebagai ilmu pengetahuan,
etika menelaah tujuan hidup manusia, yaitu kebahagian sempurna, kebahagian yang
memuaskan manusia, baik jasmani maupun rohani dan dunia sampai akhirat melalui
kebeneran-kebeneran yang bersifat filosofis.
1.3 Etika, Moral, dan Norma Kehidupan
Secara etimologis, etika dapat pula
disamakan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin “mos” yang berarti juga
berarti sebagai adat kebiasaan. Secara etimologis, kata moral sama dengan etika
yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorangan atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya di dalamn komunitas kehidupannya.
Sebagai contoh jika dikatakan “Kepala Proyek Pengembangan IT di perusahaan ini
tidak bermoral…” itu sama artinya dengan Kepala Proyek Pengembangan IT
melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam kelompok atau
organisasinya.
Hal senada juga disampaikan oleh
Lawrence Konhberg (1927-1987), yang menyatakan bahwa etika dekat dengan moral.
Lawrence menyatakan bahwa pendidikan moral merupakan integerasi berbagai ilmu
seperti psikologi, sosiologi, antarpologi budaya, filsafat, ilmu pendidikan,
bahkan ilmu politik. Hal-hal itu yang dijadikan dasr kita pun memaklumi bahwa
membangun etika bukanlah pekerjaan yang ringan.
Lawrence Konhberg juga mencatat enam
orientasi tahap perkembangan moral yang dekat hubungannya dengan etika. Enam
tahap tersebut adalah berikut:
- Orientasi
pada hukuman, ganjara, kekuatan fisik dan material.Nilai-nilai
yang bersifat kemanusiaan tidak dipersoalkan pada orientasi ini. Orang
cenderung takut pada hukuman dibandingkan sekedar menjalankan mana yang baik
atau yang buruk.
- Orientasi
hedonistis hubungan antaramanusiaOrientasi
ini melihat bahwa perbuatan bener adalah perbuatan yang memuaskan kebutuhan
individu dan atau (kadang-kadang) kebutuhan orang lain. Hubungan antara-manusia
dipadang seperti hubungan formal di tempat umum, unsur kewajaran adalah timbal
balik. Hal itu terlihat pada adanya anggapan arti seperti “jika anda merugikan
saya, saya juga dapat merugikan anda”. Orientasi ini tak mempersoalaan
kesetiaan, rassa terima kasih dan keadilan sebagai latar belakang pelaksanaan
etika.
- Orientasi
konformitas.Orientasi ini sering disebut orientasi “anak manis” dimana
seseorang cenderung mempertahakan harapan kelompoknya, serta memperoleh
persetujuan kelompoknya, sedangkan moral adalah ikatan antarindividu. Tingkah
laku konformitas dianggap tingkat laku wajar dan baik.
- Orientasi
pada otoritas Pada
orientasi ini orang cenderung melihat hokum, kewajiban untuk mempertahankan
tata tertib social, religious, dan lain-lain yang dianggapo sebagai nilai-nilai
utama dalam kehidupan.
- Orientasi
kontrak social.Orientasi
ini dilatarbelakangi adanya tekanan pada persamaan derajat dan hak kewajiban
timbale balik atas tatanan bersifat demokratis. Kesadaran akan reletivitas
nilai dan pendapat pribadi, pengutamaan pada prosedur dan upaya mencapai
kesepakatan konstitusional dan demokratis, kemudian diangkat sebagai moralitas
remsi kelompok.
- Orientasi
moralitas prinsip suara hati, individual, komprehensif, dan universal.
Orientasi ini member nilai tertinggi pada hidup manusia, dimana persamaan
derajat dan martabat menjadi suatu hal pokok yang dipertimbangkan.
Kemudian, jika dikaji lebih dalam
lagi, beberapa ahli membedakan etika dengan moralitas. Menurut Sony Keraf
(1991). Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup dengan
baik sebagai manusia. Nilai-nilai moral mengandung petuah-petuah, nasihat,
wajengan, peraturan, perintah dan lain sebagainya yang terbentuk secara
turun-temurun melalui sautu budaya tertentu tentang bagaimana manusia harus
hidup dengan baik agar menjadi manusia benar-benar baik. Adapun etika yang
merupakan cabang filsafat tentang nilai dan norma moral, sangat menekankan
pendekatkan kritis dalam melihat dan menggumuli norma tersebut. Etika merupakan
refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan
terwujud dalam sikap dan perilaku hidup manusia.
Frans Magnis Suseno (1987), memilik
pertanyaan yang sepaham dengan pertanyaan di atas bahwa etika adalah sebuah
ilmu dan bukan sebuah ajaran, sedangkan yang member manusia norma tentang
bagaimana manusia harus hidup adalah moralitas. Etika justru hanya melakukan
refleksi kritis atas norma dan ajaran moral tersebut. Sebagai contoh, moralitas
langsung mengatakan pada kita “inilah cara Anda melakukan sesuatu…”, sedangkan
etika justru akan mempersoalkan “mengapa untuk melakukan sesuatu tersebut harus
menggunakan cara itu?”.
Dari berbagai penjelasaan di atas,
dapat disimpulkan bahwa etika dan moral dapat digambarkan sebagai dua buah
objek yang saling beririsan (intersection). Perhatikan hubungan keduanya
seperti diagram venn dibawah ini.
Di satu kondisi, etika berbeda
dengan moral. Etika merupakan refleksi kritis dari nilai-nilai moral, sedangkan
dalam kondisi berbeda ia bisa sama dengan moral, yaitu nilai-nilai yang menjadi
pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku dalam
komunitas kehidupannya.
1.4 Pelamggaran
Etika dan Kaitannya dengan Hukum
Etika sebagai sebuah nilai yang
menjadi pegangan seseorang atau seuatu kelompok dalam mengatur tingkah laku
kehidupan kelompok tersbut, tentunya tidak akan terlepas dari tindakan-tindakan
tidak etis. Tindakan tidak etis yang dimaksudkan di sini adalah tindakan
melanggar etika yang berlaku dalam lingkungan kehidupan tersebut.
Banyak
hal yang menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan tidak etis. Jan Hoesada
(2002) mencatat beberapa factor yang berperngaruh pada keputusan atau
tindakan-tindakan tidak etis dalam sebuah perusahan, antara lain adalah:
a.
Kebutuhan
individu
Kebutuhan individu merupakan factor
utama penyebab terjadinya tindakan-tindakan tidak etis. Misalnya, seseorang
bisa saja melakukan korupsi untuk mencukupikebutuhan-kebutuhan pribadi dalam
kehidupannya. Kebutuhan yang tidak terpenuhi tersebut sering kali memancing
individu melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis.
Tindakan
tidak etis bisa saja muncul karena tidak adanya pedoman atau prosedur-prosedur
yang baku tentang bagaimana melakukan ssesuatu. Hal itu membuka peluang bagai
orang untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya merupakan pelanggaran etika dalam
komunitasinya.
c. Perilaku dan kebiasan individu
Tindakan
tidak etis juga bisa muncul karena perilaku dan kebiasaan individu, tanpa
memperhatikan factor lingkungan dimna individu tersebut berada.
Kebiasan
tidak etis yang sebelumnya sudah ada dalam suatu lingkungan, dapat memengaruhi
orang lain yang berada dalam lingkungan tersebut dalam lingkungan tersebut
ubtuk melakukan hal serupa. Lingkungan tidak etis terkait pada teori psikologi social, di mana anggoata
mencari konformita dengan lingkungan dan kepercayaan pada kelompok. Kepercayaan
di sini berarti bahwa kelompok memiliki nilai kebeneran yang lebih tinggi.
Maksudnya, bila ditemukan perbedaan maka seseorang cenderung memutuskan bahwa
dirinya keliru dan kelompoknyalah yang benar.
Atasan yang terbiasa melakukan
tindakan tidak etis, dapat memengaruhi orang-orang yang berada dalam lingkup
perkerjaan untuk melakukan hal serupa. Hal itu terjadi karena dalam kehidpan
social sering kali berlaku pedoman tidak tertulis bahwa apa yang dilakukan
atasan akan menjadi contoh bagi anak buahnya.
Selanjutnya, etika juga tidak
terlepas dari hukum urutan kebutuhan (needs theory). Menurut kerangka berpikir
Maslow, yang paling pokok adalah pemenuh kebutuhan jasmaniah terlebih dahulu
agar daoat merasakan urgensi kebutuhan ekstrim dan aktualisasi diri sebagai
professional. Pendapat controversial responden Kohlberg menujukkan bahwa
menipu, mencuri, berbohong adalah tindakan etis apabila digunakan dalam
kerangka untuk melanjutkan hidup. Kendala yang memengaruhi adalah, di satu
pihak kode etik tal mempersoalkan urutan kebutuhan dalam penerapannya, namun di
lain pihak kebutuhan jasmani tak pernah dapat terpuaskan, dan dapat
dikonversikan menjadi bentuk ekstrem lain yang mungkin akan berpengaruh
terhadap tindakan-tindakan yang melanggar etika.
Selanjutnya
akan dibicarakan sanksi pelanggaran etika. Tindakan pelanggaran terhadap etika
seperti beberapa contoh di atas akan menimbulkan beberapa sanksi.
Pertama
adalah sanksi social. Oleh karena etika meruapakan norma-norma sosial yang
berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat maka jika terjadi pelanggaran,
sanksi terhadap pelanggaran tersebut adalah sanksi sosial. Sanksi sosial ini
bisa saja berupa teguran dari pemuka sosial hingga pengucilan dari kehidupan
bermasyarakat.
Kedua
adalah sanksi hokum. Secara umum, hokum mengukur kegiatan-kegiatan etika yang
kebetulan selaras dengan aturan dengan aturan hokum. Jika pelanggar etika sudah
mengarah kepada pelanggar hokum, seperti misalnya korupsi kolusi dan nepotisme,
maka hukumlah yang akan berbicara. Dalam hal ini, hukum pidana menduduki tempat
utama karena masalah integritas, obyektivitas dan manfaat bagi masyarakat luas,
pemerintahan dan dunia usaha, sedangkan hukum perdata menempati prioritas
selanjutnya.
Dalam hukum juga dikenal adanya
hukum displin (tuchtrecht) yang merupakan bagian hukum pidana, yang mengatur
dan berlaku bagi satu golongan atau profesi yang bergerak dan aktivitas
sosial-kemasyarakat yang keputusannya dipatuhi anggota. Hukum displin terbagi
dua golongan, yang pertama adalah golongan heirarkis (militer, pegawai negri,
dan lain-lain) dan yang kedua adalah golongan non hierarkis (hukum profesi,
atau hukum organisas profesi) seperti misalnya accountant disciplinary law.
Hukum displin ini pokoknya memliki ciri sanksi yang diberikan tidak terlalu
keras, penegakan moral dan edukatif. Pengadilan umu displin dapat dilakukan
secara terbuka (anggota lain hadir) atau pintu tertutup, lalu hasilnya
diumukan.
Hubungan
etika, hukum dan moral dapat digambarkan seperti pada diagram Venn atas. Gambar
tersebut dapat diartikan bahwa pelanggaran etika dan moral bisa saja menyetuh
wilayah hukum dan akan mendapatkan sanksi hukum. Namun pada kondisi lain, lain
bisa saja pelanggaran etika hanya mendapatkan sanksi sosial dari masyrakat
karena pelanggaran tersebut tidak menyetuh wilayah hukum positif yang berlaku.
1.5 Berbagai Macam Etika yang Berkembang di Masyarakat
Jika etika dihubungkan dengan
normal, kita akan bebicara tentang nilai dan norma yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Dan jika dilihat berdasarkan nilai dan norma yang
terkandung di dalamnya, etika dapat dikelompokan ke dalam dua jenis, yaitu
deskriptif dan etika normatif.
Etika deskriptif merupakan etika yang berbicara
mengenai suatu fakta, yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait
dengan situasi dan realitas yang mebudaya dalam kehidupan masyarakat. Etika ini
berusaha menyoroti secara rasional dan kritis tentang apa yang diharapakn
manusia dalam hidup ini mengenai sesuatu yang bernilai.
Etika normatif merupakan etika yang memberika
penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak
sesuai norma yang berlaku. Jadi, etika ini berbicara mengenai norma-norma yang
menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-seharinya.
Etika normatif berbeda dengan etika
deskriptif. Perbedaannya adalah bahwa etika diskriptif memberikan fakta sebagai
dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku yang akan dilakukan, sedangkan
etika normatif member penilaian sekaligus memberikan norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Sony
Keraf (1991) mencatat adanya dua macam norma yang berkembang, yaitu norma umum
dan norma khusus. Norma umum merupakan norma yang memiliki sifat universal yang
dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Norma sopan
santun, yaitu norma yang menyangkut tata cara hidup dalam pergaulan sehari-hari
seperti misalnya cara makan yang sopan, menegur orang terlebih dahulu jika
bertemu, tata cara bertemu dan sebagainya.
- Norma hukum,
yaitu norma yang memiliki keberlakuan lebih tegas karena diatur oleh suatu
hukum dengan jaminan hukuman bagi pelanggarnya.
- Norma moral,
merupakan norma yang sering digunakan sebagai tolok ukur masyarakat untuk
menentukan baik buruknya seorang sebagai manusia.
Seperti contoh adalah sikap
manusia dalam mejalankan tugas-tugas yang diembannya, sikap menghargai
kehidupan manusia serta menampilkan diri sebagai manusia dalam profesi yang
dijalaninya.
Adapun norma khusus merupakan aturan
yangberlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan dalam lingkup yang lebih
sempit seperti misalnya menyangkut aturan mengunjungi pasien disebuah rumah
sakit, aturan bermain dalam olahraga dan sebagainya.
Dari
sudut pandang yang lain, kita akan melihat sistematika etika APTIK seperti yang
dikutip oleh Sony Keraf, yang membagai struktur etika menjadi diagram seperti
Gambar 1.4. dari diagram tersebut, terlihat bahwa secara umum etika terbagi
menjadi dua bagian besar, yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika
umum adalah etika tentang kondisi-kondisi dasar dan umum, bagaimana manusia
harus bertindak secara etis. Etika ini merupakan prinsip-prinsip moral dasar
yang menjadi pegangan manusia dalam bertindakan serta tolok ukur dalam menilai
baik buruk suatu tindakan.
Adapun
etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan khusus. Penerapan dalam bidang khusus tersebut misalnya bagaimana
seseorang bertindak dalam bidang kehidupan tertentu yang dilatarbelakang oleh
kondisi yang memungkinkan bagi manusia untuk bertindak secara etis. Hal itu
dapat dilihat pada etika untuk melakukan kegiatan olah raga, etika untuk
melakukan kegiatan penasaran sebuah produk, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut lagi etika khusus dapat
dikelompokan lagi menjadi dua bagian, yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika invidivual yang menyangkut kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri
serta etika sosial yang menyangkut hubungan individu dengan lingkup
kehidupannya. Contoh etika individual adalah etika beragama, bagaimana merawat
diri sendiri, menjaga kesehatan dan lain sebagainya. Etika sosial misalnya
hubungan manusia dengan keluarga, etika serta sikap terhadap sesama umat
manusia, etika dalam organisasi, etika dan sikap terhadap lingkungan hidup dan
profesi, merupakan bagian dari etika sosial tersebut.
Etika
profesi merupakan bagian dari etika sosial yang menyangkut hubungan manusia
dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus
menjalankan profesi diharapkan kaum professional dapat berkeeja sebaik mungkin,
serta dapat mepertanggungjawabkan tugas yang dilakukan dari segi tuntutan
pekerjaannya. Setiap professional diharapkan bertanggung jawab atas dampak dari
tugas yang dilakukannya terhadap lingkungan perkerja, teman seprofesi, buruh,
keluarga serta masyarakat luas.
1.6 Etika dan
Teknologi: Tantangan Masa Depan
Perkembangan teknologi yang terjadi
dalam kehidupan manusia, seperti revousi yang memberikan banyak perubahan pada
cara berpikir manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah, perencanaan, maupun
dalam pengambilan keputusan. Para pakar ilmu kognitif telah menemukan bahwa
ketika teknologi mengambil alhi fungsi-fungsi mental manusia, pada saat yang
sama terjadi kerugian yang diakibatkan oleh hilangnya fungsi-fungsi tersebut
dari kerja mental manussia. Seperti contoh dengan munculnya teknologi computer
maka manusia yang seharusnya diuntungkan dengan berfungsinya jejak-jejak memori
akibat operasi otak dan mental seperti berpikir, menghitung dan merencanakan
sesuatu, pada harusnya akan “kehilangan” jejak tersebut karena sebagai tugasnya
sudah “diambil alih” computer. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa di pihak
lain, kemudahan yang ditawarkan oleh computer nyata-nyata menimbulkan
ketergantungan manusia terhadap teknologi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa teknologi otomasi telah mengedurkan taraf kewaspadaan situasi (situation
awareness) pada pilot. Kebiasaan bersandar pada computer membuat fungsi-fungsi
mentalnya lambat-lambat laun jadi tidak terasah.
Perubahan
yang terjadi pada cara berpikir manusia sebagai salah satu akibat perkembangan
teknologi tersebut, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pelaksanaan dan
cara pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang
yang biasanya saling berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung
dengan orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka
interaksi tersebut menjadi berkurang. Mereka cukup duduk di depan computer,
menekan beberapa tombol keyboard, mengirim dan menerima email untuk melakukan
komunikasi. Mengirimkan laporam ke atas pun cukup melakukan di depan computer.
Komunikasi antarateman di dalam satu perusahaan pun lebih suka dilakukan dengan
memanfaatkan media chatting daripada harus bertatap muka.
Kecenderungan-kecenderungan semacam itulah yang akhirnya membawa perubahan di
dalam pelaksanaan etika yang sebelumnya telah disepakati pada suatu komunitas.
Teknologi
sebenarnya hanya alat yang digunakan manusia untuk menjawab tantangan hidup.
Jadi, factor manusia dalam teknologi sangat penting, ketika manusia mebiarkan
dirinya dikuasai teknologi maka manusia yang lain akan mengalahkannya.
Sebenarnya, teknologi dikembangkan untuk membantu manusia dalam melaksanakan
aktivitasnya. Hal itu karena manusia memang memilik keterbatasan. Keterbatasan
inilah yang lalu harus ditutupi oleh teknologi tersebut. Bagaimana pun, kendali
penggunaan teknologi tetap sepenuhnya ada di tangan manusia. Oleh sebab itu,
pendidikan manusiawi termasukl pelaksanaan norma dan etika kemanusiaannya
tetapa harus berada pada peringkat teratas, serta tidak hanya melakukan
pemujaan terhadap teknologi tinggi belaka.
Pada bagian sebelumnya telah dbahas
bahwa perkembangan teknologi yang terjadi dalam perkembangan hidup manusia,
memberikan banyak perubahan pada cara piker manusia, baik itu dalam usaha
pemecahan masalah, perencanaan, mau juga dalam pengambilan keputusan. Perubahan
yang terjadi pada cara pikir manusia sebagai salah satu akibat adanya
perkembangan teknologi tersebut, sedikit
banyak akaanberpengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam
kehidupannya. Selanjutnya pada bagian ini, Anda akan diajak secara lebih khusus
mempelajari etika dibidang computer,
mulai dari tinjauan sejarah sampai pembahasan isu-isu pokok dalam penerapannya.
2.1 Sejarah Etika Komputer
Sesuai awal penemuan teknologi
koputer di era 1940-an, perkembangan etika computer juga dimulai dari era
tersebut dan secara bertahap berkembag menjadi sebuah ilmu disiplin baru dimasa sekarang ini. Perkembangan tersebut
akan berkembang menjadi beberapaha tahap seperti yang akan dibahas berikut ini.
Munculnya etika computer sebagai
sebuah idang studi dimulai dari pekerjaan profesor Norbert Wiener. selama perang dunia II(pada awal tahun 1940-an)
perofesor dari MIT ini membantu mengembangkan suatu meriam antipesawat yang
mampu menembak jatuh sebuah pesawat temour yang melintas di atasnya.
Tantangan
universal dari proyek tersebut menyebabkan Wiener dan beberapa rekan kerjanya
haru memerhatikan sisi lain ari sebuah perkembangan teknologi,yaitu etika. Pada
perkembangannya, penelitian dibidang etika dan teknologi tersebut akhirnya
menciptakan suatu bidang riset baru yang disebut cybernetics atau the science of information feedback systems.
Konssep cybernetics tersebut dikombinasikan dengan computer digital yang
dikembangan pada waktu itu, membuat Wiener akhirnya menarik beberapa kesimpulan
etis tentang pemanfaatan teknologi yang sekarang dikenal denag sebutan
Teknologi Informasi(TI).
Dalam konsep penelitiannya, Wiener
meramalkan terjadinya revolusi social dan konsekuensi etis dari perkembangan
teknologi informasi. Di tahun 1948, di dalam bukunya Cybernetics: Control and Communication in the Animal and
the Machine, ia mengatakan :
“it has long
been to me that the modern urtra-rapid computing machine was in principle an
ideal central nervous system to an appararus for automatic control;and that its
input and output need not be in the form of numbers of diagrams. It might very
well be, respectively,the readings of artificial sense organs. Such as photoelectric cells or thermometers, and the performance. Long before Nagasaki and the
public awereness of the etomic bomb, it had occurred to me that we were here in
the presence of another cosial potentiality of unheard-of importance for good
and for evil…”(Bynum ,2001)
Dalam buku tersebut dikatakan bahwa
Wiener mengkupkapkan bahwa mesin komputer modern pada prinsipnya merupakan
system jaringan syaraf yang juga meruapakan piranti kendali otomatis. Dalam
pemanfaatan mesin tersebut, manusia akan dihadapkan pada pengaruh social
tentang arti penting teknologi tersebut yang ternyata mampu memberikan
“kebaikan”, sekaligus “malapetaka”.
Pada tahun 1950, wiener menerbitkan
sebuah buku yang monumental, berjudul The
Human Use of Human Beings. Walaupun Wiener tidak menggunakan istilah “etika
computer” dalam buku tersebut, ia meletakkan suatu fondasi menyeluruh untuk
analisa dan riset tentang etika computer. Istilah etika computer sendiri
akhirnya umum digunakan lebih dari dua decade kemudian. Buku Wiener ini
mencakup beberapa bagian pokok tentang hidup manusia, prinsip-prinsip hokum dan
etika di bidang computer. Bagian-bagian pokok dalam buku tersebut adalah
sebagai berikut (Bynum, 2001):
2. Empat
Prinsip-prinsip hokum
3. Metode yang
tepat untuk menerapkan etika
4. Diskusi
tentang masalah-masalah pokok dalam etika computer
5. Contoh topic
kunci tentang etika computer
Dasar-dasar
etika computer yang diberikan Wiener berada jauh di depan waktunya, dan hampir
diabaikan untuk beberapa decade. Dalam pandangannya, pengintegrasian teknologi
computer kedalam masyarakat akan segera menimbulkan “revolusi industry yang
kedua”. Dalam revolusi industry
tersebut, perubahan dapat terjadi secara radikal. Adalah suatu pekerjaan besar
bagi suatu di dalamnya untuk memperhatikan keanekaragaman tugas dan
tantangan. Para pekerja harus melakukan penyesuian dalam pekerjaannya;
pemerintah harus menetapkan peraturan dan hokum baru; bisnis dan indutri harus
menciptakan kebijaksanaan baru dalam priktiknya; organisasi profesional harus
mengembangkan kode etik yang baru untuk anggota mereka; sarjana sosiologi dan
psikologi harus belajar dan memahami gejala social dan psikologis baru; dan ahli filsafat harus memikirkan kembali
konsep-konsep etika yang telah ada, dan banyak hal lain yang harus dipikirkan.
Pada
pertengahan tahun 1960, Donn Parker dari SRI Internasional Menlo Park California melakukan berbagai riset untuk
menguji penggunaan computer yang tidak
sah dan yang tidak sesuai profesionalisme dibidang computer. Waktu itu parker
menyampaikan suatu ungkapan yang menjadi titik tolak penelitiannya, yaitu:
“that
when people entered the computer centre they left their ethics at the door.”(Fodor and
Bynum,1992)
Ungkapan
tersebut menggambarkan bahwa ketika orang-orang masuk pusat computer, merrka
meninggalkan etika mereka di ambang pintu. Selanjutnya, Parker melakukan riset
dan mengumpulkan berbagai contoh kejahatan computer dan aktivitas lain yang
menurutnya tidak pantas dilakukan para
professional computer. Dalam perkembangannya, Ia menerbitkan “Rules of ethics in information processing”
atau peraturan tentang etika dalam pengolahan informasi.
Parker
dikenal juga menjadi pelopor kode etik profesi bagi professional di bidang
computer, yang ditandai dengan usahanya pada tahun 1968 ketika ditujuk untuk
memimpin pengembangan Kode Etik
Profesional yang pertama dilakukan untuk association for computing machinery (ACM). Dalam dua decade
berikutnya, Parker melanjutkan
penelitiannya dan menghasilkan buku, artikel, sampai pidato-pidato mengenai
etika computer. Walaupun pekerjaan Parker belum memjanjikan suatu kerangka
teorits umum mengenai etika tersebut,berbagai pemikiran yang telah diberikan
tokoh ini menjadi tonggak sejarah etika computer seteleh Wiener.
Era ini
dimulai ketika sepanjang tahun 1960, Joseph Wiezenbaum, ilmuan computer MIT di
Boston menciptakan suatu program computer yang disebut ELIZA. Di dalam
eksperimen pertamanya, ELIZA ia ciptakan sebagai tiruan dari “Psychotherapist Rogerin” yang melakukan
wawancar pasien yang akan diobatinya.
Wiezenbaum dikejutkan oleh reaksi
dari penemuan sederhananya itu, di mana beberapa dokter jiwa melihatnya sebagai
bukti bahwa computer akan melakukan ototmatisasi psikoterapi bahkan,
sarjana-sarjana computer MIT yang secara emosional terlibat dengan computer
berbagai pikiran tentang hal tersebut. Hal itu akhirnya membawa Weazenbaum
bahwa suatu gagasan akan munculnya “model pengolahan informasi” tentang manusia
yang akan datang dan hubungannya antarara manusia dengan mesin. Buku
Wiezenbaum, Computer Power and Human Reason [Wiezenbaum, 1976], menyatakan
bahwa gagasan dari hal tersebut. Dari buku tersebut, banyak pemikir terilhami
tentang perlunya etika computer.
Perkembangannya etika computer di
era 1970-an juga diwarnai dengan karya Walter Maner yang sudah mulai menggunakan
istilah “computer ethics” untuk
mengacu pada bidang pemeriksaan yang berhadapan dengan permasalahan etis yang
diciptakan oleh pemakaian teknologi computer waktu itu. Maner menawarkan suatu
kursus eksperimental atas materi pokok tersebut pada Old Dominion University in
Virginia. Sepanjang tahun 1970 sampai pertengahan1980, Manr menghasilkan banyak
minat pada kursus tentang etika computer setingkat universitas. Tahun 1978,ia
juga memublikasikan sendiri karyanya Starter
Kit in Computer Ethics, yang berisi material kurikulum dan pedagogi untuk
para pengajar universitas dalam pengembangan pendidikan etika computer.
Tahun
1980-an, sejumlah konsekuensi social teknologi dan informasi yang etis menjadi isu public di Amerika dan
Eropa. Hal-hal yang sering dbahas adalah computer-enebled crime atau kejahatan
computer, masalah-masalah yang disebabkan karena kegagalan sistim computer,
invasi keleluasaan pribadi melalui data base computer dan perkaran pengadilan
mengenai kepemilikan perangkat lunak. Pekerjaan tokoh-tokoh etika computer
sebelumnya seperti Parker,Weizenbaum,Maner dan yang lainnya, akhirnya membawa
etika computer sebagai suatu disiplin ilmu baru.
Pertengahan 80-an, James Moor dari
Dartmouth college menerbitkan artikel menarik yang bejudul “what is computer ethics ?” sebagai isu khusus pada jurnal
metaphilosopy[Moor,1985].
Deborah Johnson dari
Rensselaer politekhnik institute merbitkan buku teks Computer Ethics [Johnson,1982], sebagai
buku teks pertama yang digunakan lebih dari satu decade dalam bidang itu.
2.1.5
Era 1990-an
Sampai Sekarang
Sepanjang tahun 1990, berbagai
pelatihan baru diuniversitas , pusat riset konfrensi, jurnal , buku teks dan
artikel menunjukan suatu keaneka ragaman yang luas tentang topic dibidang etika
computer. Sebagai contoh, pemikir Donald
Gotterbarn,Keith Miller,Simon Rogerson, dan Dianne Martin seperti juga
banyak organisasi professional computer
yang menangani tanggung jawab social profesi tersebut, seperti electronic
frontier foundation,
ACM-SIGCAS- memipin proyek yang relevan untuk melakukan riset mengenai tanggung jawab professional dibidang
komputasi. Para ahli computer di Inggris, Polandia, Belanda dan Italia
menyelenggarakan ETHICOMP sebagai rangkaian konferensi yang dipimpin oleh Simon
Rogerson. Terdapat pula konferensi besar tentang etika computer CEPE yang dipimpin oleh Joeroen van Hoven, serta
di Autralia terjadi riset terbesar etika computer yang dipimpin oleh Chris
Simpson dan Yohanes Weckert.
Perkembangan yang cukup penting lainnya adalah
kepeloporan Simon Rogerson dari De Montfort University (UK), yang mendirikan Centre for Computing and Social
Responsibility. Di dalam pandangan Rogerson, ada kebutuhan dalam
pertengahan tahun 1990 untuk sebuah “generasi kedua” yaitu tentang pengembangan
etika komputer:
The mid-1990s has
heralded the beginning of a second generation of computer Ethics. The time has
come to build upon and elaborate the conceptual foundation whilst, in parallel,
developing the frameworks within which practical action can occur, thus
reducing the probability of unforeseen effects of information technology
application [Rogerson,Bynum, 1997].
Berkat
jasa dan kontribusi pemikiran yang brilian dari para ilmuwan di bidang ilmu
utama pada banyak pusat riset dan perguruan tinggi di dunia yang akan terus
dikembangkan mengikuti perkembangan computer itu sendiri
2.1.6 Etika Komputer di
Indonesia
Sebagai Negara yang tidak bias dilepaskan dari
perkembangan teknologi komputer, Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam
mengembangkan etika di bidang tersebut. Mengadopsi pemikir-pemikir di dunia di
atas, etika dibidang komputer berkembang menjadi kurikulum wajib yang dilakukan
oleh hampir semua perguruan tinggi yang tidak langsung menyebut bidang studinya
sebagai etika komputer , tetapi banyak diantara mereka memasukkan etika
komputer tersebut pada bidang studi yang relevan. Seperti misalnya UKSW
Salatiga melalui Fakultas Teknologi Informasi memasukkan etika komputer pada
mata kuliah Etika Profesi bidang TI, dan sebagainnya.
2.2 Beberapa Pandangan
dalam Cakupan Etika Komputer
Melihat sejarah perkembangan komputer yang
telah dibahas diatas, disiplin ilmu yang dikenal sebagai “etika komputer”
praktis belum ada sejak tahun 1940 sampai tahun 1960. Istilah tersebut mulai
muncul setelah Walter Maner di tahun 1970, dan beberapa pemikir aktif etika
komputer mulai memasukkan dan mendeskripsikan etika komputer sebagai sebuah
bidang studi.
Ketika memutuskan untuk menmggunakan istilah
“etika komputer” pada pertengahan tahun 70-an, Walter maner menggambarkan
bidang tersebut sebagai bidang ilmu yang menguji “permasalahan etis yang menjengkelkan ,yang
diciptakan oleh teknologi komputer”. Maner berpendapat bahwa beberapa
permasalahan etis sebelumnya sudah ada, diperburuk oleh munculnya komputer yang
menimbulkan permasalahan baru sebagai akibat penerapan teknologi informasi.
Sementara Deboran Johnson (1985) dalam bukunya
komputer Ethics, menggambarkan bidang ini sebagai satu studi tentang cara yang
ditempuh oleh komputer memiliki standar
moral baru, yang memaksa kita sebagai penggunanya untuk menerapkan
norma-norma baru pula di dalam dunia yang “belum dipetakan”.Johnson
merekomendasikan etika terapan dengan pendekatan konsep dan prosedur penggunaan
dari utitarianisme dan kuantianisme. Namun, berbeda dengan Maner, ia tidak
percaya bahwa computer menciptakan permasalahan moral baru secara keseluruhan.
Baginya, komputer member sebuah “new twist” ke isu-isu etis sebelumnya yang
telah ada.
James
Moor mendefinisikan etika komputer di dalam artikelnya “What Is Computer
Ethics” “[Apakah Etika komputer itu?]” yang ditulis pada tahun 1985. Dalam
artikel tersebut, Moor mengartikan etika computer sebagai bidang ilmu yang
tidak terikat secara khusus dengan teori ahli filsafat mana pun dan kompatibel
dengan pendekatan metodologis yang luas pada pemecahan masalah etis. Moore
mengungkapkan etika komputer sebagai bidang yang lebih luas. Dibandingkan
dengan yang didefinisikan oleh Maner atau Johnson . Moor menggambarkan etika
komputer sebagai bidang yang terkait dengan “policy vacuums” and “ conceptual
muddles” atau kebijakan ruang hampa dan konseptual yang campur aduk mengenai
aspek social dan penggunaan secara etis teknologi informasi:
A
typical problem in computer ethics arises because there is a policy vacumm
about how computer technology should
be used. Computers provide us with new capabilities and these in turn give us new choices for action. Often , either no
policies seem inadequate. A central task of computer ethics is to determine what
we should do in such cases, that is, formulate policies to guide our
actions….One difficulty is that along with a policy vacuum there is often a
conceptual vacumm. Although a problem in a computer ethics may seem clear
initially, a little reflection reveals a conceptual muddle. What is needed in
such case is an analysis that provides a coherent conceptual framework within
which to formulate a policy for action.
Dari kutipan di atas , terlihat bahwa suatu masalah khas dalam etika
komputer muncul karena adanya suatu kebijakan yang belum jelas tentang
bagaimana teknologi komputer harus digunakan. Komputer melengkapi kita dengan
berbagai kemampuan baru dan ini. pada Giliran memberi banyak pilihan baru
untuk tindakan yang dapat dilakukan. Satu tugas etika komputer adalah
menentukan apa yang perlu kita lakukan didalamya. Dalam kasus ini merumuskan
kebijakan untuk memandu tindakan kita. Secara lebih lanjut, Moor mengatakan
bahwa tekhnologi komputer itu sebenrnya memiliki sifat revolusioner karena
memiliki “logically malleable”;
Komputer are logically malleable in
that they can be shaped and molded to do any activity that can be characterized
in terms of input, outputs and connecting logical operations…Because logic
applies everywhere, the potential applications of komputer is the nearest thing
we have to a universal tool. Indeed, the limits of komputers are largely the
limits of our own creativity.
Komputer disebut “logically
malleable” karena bias melakukan aktivitas apa pun dalam membantu tugas
manusia. Hal ini terjadi karena computer bekerja menggunakan suatu logika
pemrograman tertentu yang bisa dibuat oleh programernya. Logika pemrograman
tersebut terhubung di mana – mana sehingga potensial aplikasi tekhnologi
komputer tampak tiada habisnya. Komputer merupakan suatu alat yang universal.
Tentu saja batas komputer adalah seberapa besar batas dari kreativitas manusia
sendiri.
Menurut Moor, rovolusi komputer
sedang terjadi dalam dua langkah. Langkah yang pertam adalah “pengenalan
tekhnologi” di mana tekhnologi komputer dapat dikembangkan dan disaring. Ini
telah yang terjadi di Amerika sepanjang empat puluh tahun pertama setelah
Perang Dunia yang kedua. Langkah yang kedua “penyebaran tekhnologi” di mana
tekhnologi mendapatkan integritas ke dalam aktivitas manusia sehari – hari dank
e dalam institusi social, mengubah seluruh konsep pokok, seperti uang (money),
pendidikan (education), kerja (work) dan pemilihan yang adil (fair elections).
Cara Moor menggambarkan bidang etika
komputer sangat sugestif dan kuat serta berakar di dalam suatu pemahaman
tentang bagaimana revolusi teknolgi berproses. Sekarang ini, pengertian yang
diberikan Moor adalah salah satu pengertian yang terbaik yang ada menyangkut
bidang etika komputer tersebut.
Meskipun demikian, ada beberapa
jalan lain untuk memahami etika computer sesuai pendekatan teori yang luas ini.
Pendekatan lain dilakukan Wiener (1950) di dalam bukunya The Human Use of Human Beings, dan juga didiskusikan oleh Moor
dalam “hat Is Computer Ethics?” menurut alternatif ini, etika computer
mengidentifikasi dan meneliti dampak tekhnolgi informasi terhadap nilai-nilai
manusiawi seperti kesehatan, kekayaan, kesempatan, kebebasan, demokrasi,
pengetahuan, keleluasaan pribadi, keamanan, pemenuhan diri, dan seterusnya. Ini
adalah pandangan etika computer secara lebih luas dalam penerapan etika,
sosiologi komputasi, penilaian, teknologi, hokum computer, dan bidang-bidang
yang berhubungan dengan itu dan mempekerjakan konsep, metodologi serta teori
dari disiplin ilmu ini. Kesuksesan dari pemahaman etika computer ini
dicerminkan ketika pemikiran tersebut didiskusikan dalam konferensi utama
seperti National Conference on Computing and Values (1991), dan riset-riset lainnya.
Pada
tahun 1990, Donald Gotterban memelopori suatu pendekatan yang berbeda dalam
melukiskan cakupan khusus bidang etika computer. Dalam pandangan Gotterban,
etika computer harus dipandang sebagai suatu cabang etika professional, yang
terkait semata-mata dengan standar kode dan praktik yang dilakukan oleh para
professional di bidang komputansi:
“There is
little attention paid to the domain of professional ethics – the values that
guide the day-to-day activities of computing professionals in their role as
professionals. By computing professional 1 mean anyone involved in the design
and development of computer artifacts.. The ethical decisions made during the
development of these artifacts have a direct relationship to many of the
discussed under the broader concept of computer ethics,,,”(Gotterbarn,1991).
Dengan pandangan di atas, pengertian
professional-ethics melekat erat dalam etika computer. Dengan kepeloporannya
tersebut, Gotterbarn… akhirnya dilibatkan dalam sejumlah aktivitas terkait
dengan penelitian di bidang etika computer, seperti co-authoring pada pembuatan
ACM Code of Ethics and Profesional Conduct yang ketiga serta menetapkan standar
perizinan untuk software engineer.
2.3 Isu – isu Pokok Etika Komputer
Berikut akan dibahas sekilas tentang
isu-isu pokok yang berhubungan dengan etika di bidang pemanfaatan teknologi
computer
Perkembangan teknologi computer yang
sedemikian pesat, selain membawa dampak positif bagi umat manusia, disisi lain
juga mengundang tangan-tangan criminal untuk beraksi, baik untuk mencari
keuntungan materi maupun sekedar iseng. Hal ini memunculkan fenomena khas yang
sering disebut computercrime atau kejahatan dunia computer.
Kejahatan
computer dapat diartikan sebagai “Kejahatan yang ditimbulkan karena penggunaan
computer secara illegal” (Andi Hamzah, 1989). Selanjutnya, seiring dengan
perkembangan pesat teknologi computer, kejahatan bidang ini pun terus
meningkat. Berbagai jenis kejahatan computer yang terjadi mulai dari kategori
ringan seperti penyebaran virus, spam email, penyadapan transmisi sampai pada
kejahatan-kejahatan kategori berat seperti misalnya carding (pencurian melalui
internet), DoS (Denial Of Services) atau melakukan serangan yang bertujuan
untuk melumpuhkan target sehingga ia tak dapat memberikan layanan lagi, dan
sebagainya.
Salah satu perkembangan pesat di
bidang computer adalah internet. Internet, akronim dari Interconnection
Networking, merupakan suatu jaringan yang menghubungkan computer di seluruh
duina tanpa dibatasi oleh jumlah unit menjadi satu jaringan yang bisa saling
mengakses. Dengan internet tersebut, satu computer dapat berkomunikasi secara
langsung dengan computer lain di berbagai belahan dunia.
Perkembangan
internet memunculkan peluang baru untuk membangun dan memperbaiki pendidikan,
bisnis, layanan pemerintahan, dan demokrasi. Namun, permasalahan baru muncul
setelah terjadi interaksi yang universal di antara pemakainya. Hartus dipahami
bahwa pengguna internet berasal dari berbagai negara yang mungkin saja memiliki
budaya, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda. Di samping itu, pengguna internet merupakan orang-orang yang
hidup dalam dunia anonymous yang tidak memiliki keharusan menunjukkan identitas
asli dalam berinteraksi. Hal itu membuat kita tidak saling mengenal dalam arti
kata yang sesungguhnya atau bahkan satu penghuni yang lainnya. Sementara itu,
munculnya berbagai layanan dan fasilitas yang diberikan dalam internet
memungkinkan seseorang untuk bertindak tidak etis.
Permasalah-permasalahan
tersebut di atas, menurut adanya aturan dan prinsip dalam melakukan komunikasi
via internet. Salah satu yang dikembangkan adalah Netiket dan Nettiquette, yang
meruapakn salah satu etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet.
Seperti halnya berkomunikasi melalui surat atau bertatap muka, berkomunikasi
dengan internet memerlukan tatacara sendiri.
Netiket yang paling sering digunakan
mengacu kepada standar netiket yang ditetapakan oleh IETF (The Internet
Engineering Task Force). IEFT adalah suatu komunitasi masyarakat internasional
yagn terdiri dari para perancang jaringan, operator, penjual dan peneliti yang
terkait dengan evolusi arsitektur dan pengoperasian internet. Organisasi ini
terbuka bagi individu di mana pun dan siapa pun yang terkait dengan internet.
Untuk lebih jelasnya, kita dapat mengujungi situs resmi organisasi ini di www.ietf.org. Dalam
kegiatannya, IETF terbagi menjadi kelompok-kelompok kerja yang menangani
bebreapa topic seputar internet baik dari sisi teknis maupun no teknis,
termasuk di dalamnya menetapkan Netiquette Guidelines yang terdokumentasi dalam
Request For Comments (RFC):1855.
Selanjutnya, perkembangan pemakai
internet yang sangat pesat juga menghasilkan sebuah model perdagangan
elektronik yang disebut Eletronic Commerce (e-commerce). Secara umum dapat
dikatakan bahwa e-commerce adalah sistem perdagangan yang menggunakan
mekanismme elektronik yang ada jaringan internet. E-commrece merupakan warna
biru dalam dunia perdagangan, di mana kegiatan perdagangan tersebut dilakukan
secara elektronik dan online. Pembeli tidak harus dating ke took dan memilih
barang secara langsung., melainkan cukup melakukan browsing di depan computer
untuk melihat daftar barang dagangan secara elektronik. Jika mempunyai
keputusan membeli, ia cukup menigis beberapa form yang disediakan, kemudian
mengirimkannya secara online. Pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit
atau transfer bank, dan kemudian pulang ke rumah menunggu barang dating.
Dalam
pelaksanaannya, e-commerce menimbulkan beberapa isu menyangkut aspek hukum
perdagangan dalam pegunaan sistem yang terbentuk secara on line networking
management tersebut. Beberapa permasalahan tersebut antara lain menyangkut
prinsip-prinsip yurisdksi dalam transaksi, permasalahan kontrakdalam transaksi
elektronik, masalah perlindungan konsumen, masalah pajak (taxation),
kasus-kasus permalsuan tanda tangan digital, dan sebagainya.
Dengan
berbagai permasalah yang muncul menyangkut dengan perdagangan via internet
tersebut, diperlukan acuan model hukum yang dapat digunakan sebagai standar
transaksi. Salah satu acuan internasional yang banyak digunakan adalah Uncitral
Model Law on Electronic Commerce 1996.
Acuan yang berisi model hukum dalam transaksi e-commerce tersebut
diterbitkan oleh UNCITRAL sebagai salah satu komisi internasional yang berbeda
di bawah naungan PBB. Model terbsut telah disetujui oleh General Assembly
Ressolution No 51/162 tanggal 16 desember 1996.
2.3.4
Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual
Sebagai teknologi yang berkerja
secara digital, computer memiliki sifat keluwesan yang tinggi. Hal itu berarti
bahwa jika informasi terbentuk digital maka secara mudah seseorang dapat
menyalinnya untuk berbagai dengan orang yang lain. Sifat itu di satu sisi
menimbulkan banyak keuntungan, tetapi di sisi lain juga menimbulkan
permasalahan, terutama menyangkut hak atas kekayaan intelektual.
Beberapa kasus pelanggaran atas hak kekayaan
intelektual tersebut antara lain adalah pembajakan perangakat lunak,
softlifting (pemakai liseni melebihi kapasitas penggunaan yang seharusnya),
penjualan CDROM illegal atau juga penyewaan perangakat lunak illegal.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
tingkat pembajakn perangkat lunak cukup tinggi. Survei yang dilakukan Business
Software Alliance (BSA) pada tahun 2001, menempatkan Indonesia pada peringkat
ketiga terjadinya pembajakan terbesar dunia. Dengan peringkat tersebut
Indonesia di bawah Vietnam sebagai peringkat pertama dan China sebagai peringkat
kedua. Kebanyakan pembajakan di Indonesia adalh pembajakan yang dilakukan oleh
end user seperti penggunaan satu lisensi untuk banyak PC, pelanggaran kontrakn
lisensi serta pemuatan perangkat lunak bajakan di PC.
2.3.5 Tanggung Jawab Profesi
Seiring perkembangan teknologi pula
para professional di bidang computer sudah melakukan spesialisasi bidang
pengetahuan dan sering kali mempunyai posisi yang tinggi dan terhormat di
kalangan masyarakat. Oleh karena alasan tersebut, mereka memiliki tanggung jawab
yang tinggi, mencakup banyak hal dari konsekuensi profesi yang dijalaninya.
Para professional menemukan diri mereka dalam dengan pekerjaan, klien dengan
professional, professional dengan professional lain, setra masyarakat dengan
professional.
Hubungan ini melibatkan suatu keanekaragaman minat,
dan kadang-kadang minat dapat masuk kedalam bertentangan satu sama lain. Para
professional computer yang terganggung jawab, tentunya sadar dengan konflik
kepentingan yang mungkin terjadi dan berusaha untuk menghindarinya.
Organisasi profesi di AS, seperti Association For
Computing Machinery (ACM) dan Institute of Electrical dan Electronic Engineers
(IEEE), sudah menetapkan kode etik, syarat-syarat pelaku profesi dan
garis-garis besar pekerjaan untuk membantu para professional computer dalam
memahami dan mengatur tanggung-jawab etis yang harus dipenuhinya.
Di
Indonesia, organisasi profesi di bidang computer yang didirikan sejak tahun
1974 yang bernama IPKIN (Ikatan Profesi Komputer dan Informatika), juga sudah
menetapkan kode etik yagn disesuaikan dengan kondisi perkembangan pemakaian
teknologi computer di Indonesia. Kode etik profesi tersebut menyangkut
kewajiban pelaku profesi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, kewajiban
pelaku profesi terhadap masyarakat, kewajiban pelaku profesi terhadap sesame
pengemban profesi ilmiah, serta kewajiban pelaku profesi terhadap sesame umat
manusia dan lingkungan hidup.
Munculnya
kode etik profesi tersebut tentunya memberikan gambaran adanya tanggung jawab
yagn tinggi bagi para pengemban profesi bidang computer untuk menjalankan funsi
dan tugasnya sebagai seorang professional dengan baik sesuai garis-garis
professional yang ditetapkan.
Isu-isu
pokok di bidang etika computer seperti di atas, yaitu computer crime, cyber
ethics, hak atas kekayaan intelektual, perdagangan elektronik seta tanggung
jawab profesi akan dibahas lebih mendalam pada setiap bab selanjutnya dari buku
ini.
- Munculnya etika computer sebagai sebuah bidang
studi berawal dari kontribusi besar seorang professor MIT bernama Norbert
Wiener dengan pemikiran di ero 1940-an yang jauh menjangkau ke depan.
Sebutkan gagasan-gagasan pokok Wiener yagn menjadi fondasi lahirnya di
bidang ilmu baru yang disebut etika computer tersebut.
- James Moor (1985) mendefinisikan etika computer
di dalam artikel “What Is Computer Ethics?” sebagai suatu bidang yagn
terkait dengan “play vacuums” dan “conceptual muddles”. Apakah maksud
pernyataannya tersebut?
- Secara lebih lanjut, James Moor juga mengatakan
bahwa teknologi computer itu memiliki sifat “logically malleable”. Apakah
maksud sifat tersebut?
- Sementara itu, Donald Gotterbarn (1990)
memelopori sutu pendekatan yang berbeda dalam melukiskan cakupan khusus
bidang etika computer di mana etika computer harus dipadang sebagi suatu cabang
etika professional. Apakah maksud pernyataan bahwa etika computer harus
dipandang sebagai suatu cabang etika professional tersebut?
- Seorang professional di bidang computer memiliki
tanggung jawab yang tinggi, mencakup banyak hal dari konsekuensi profesi
yang dijalaninya. Menurut anda, bagaimanakah para professional computer
harus bersikap dalam hubungan professional dengan orang lain?
Dalam pergaulan
sehari-hari, di masyarakat atau di sekolah, kita dibatasi oleh aturan
etika dan moral. Etika adalah ajaran tentang baik dan buruknya sesuatu. Etika
merupakan konsep pembenaran oleh masyarakat terhadap hasil pemikiran
manusia,artinya konsep ini merupakan tata nilai yang berkembang dari
nilai-nilai kebenaran hasil pemikiran manusia.Moral adalah aspek kejiwaan yang
sangat erat berhubungan dengan sikap dan perilaku seseorang.Moral merupakan
tindakan manusia yang baik dan sesuai dengan pemikiran yang ada dalam
masyarakat(pemikiran umum).Secara prinsip, antara etika dan moral tidak jauh
berbeda. Etika menuntun seseorang untuk memahami dasar-dasar ajaran
moral,sedangkan moral lebih mengacu pada baik dan buruknya tingkah laku manusia
yang dapat menuntunnya,pada cara ia hidup mengenai apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan.Dengan demikian,orang yang bermoral dan beretika tinggi
akan selalu menghargai hak cipta orang lain.
Mengapa manusia harus bekerja?
Benarkah hanya untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan hidupnya? Atau, karena
memiliki alasan lain, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hidup?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dilontarkan untuk memahami hakikat manusia
sebagai makhluk yang bekerja, bahwa terlepas sebagai usaha pemenuhan kebutuhan
hidupnya, manusia adalah makhluk pekerja.
Bab ini akan membahas beberapa pokok permasalahan,
dimulai dari manusia dan kebutuhannya, kemudian pekerjaan dan profesi, serta
profesi dan profesional. Hal itu akan membawa kita pada satu pengertian dan
hakikat manusia sebagai makhluk yang bekerja dan hakikat pekerjaan itu sendiri.
3.1 Manusia dan Kebutuhannya
Sebagai makhluk yang istimewa, untuk
melengkapi kehidupannya, manusia harus bekerja keras dan bekarya. Karya
tersebut dilakukan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam
kehidupannya. Bicara tentang kebutuhan manusia, Abdulkadir Muhammad (2001)
mengklasifikasikan kebutuhan manusia menjadi empat kelompok sebagai berikut :
Kebutuhan ekonomi merupakan
kebutuhan yang bersifat material, baik harta maupun benda yang diperlukan untuk
kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Kebutuhan inin misalnya sandang,
pangan dan papan.
Kebutuhan psikis, merupakan
kebutuhan yang bersifat non material untuk kesehatan dan ketenangan manusia
secara psikologi, biasa juga disebut kebutuhan rohani seperti misalnya agama,
pendidikan, hiburan dan lain-lain.
Kebutuhan biologis, merupakan
kebutuhan untuk kelangsungan hidup manusia dari generasi ke generasi. Kebutuhan
ini sering disebut juga kebutuhan seksual yang diwujudkan dalam perkawinan,
membentuk keluarga dan lain sebagainya.
Kebutuhan pekerjaan, merupakan
kebutuhan yang bersifat praktis untuk mewujudkan kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Kebutuhan pekerjaan ini misalnya adalah profesi, perusahaan dan lain
sebagainya.
3.2 Pekerjaan
dan Profesi
Pada bagian sebelumnya telah dibahas
bahwa salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan pekerjaan yang
merupakan kebutuhan yang bersifat praktis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang lain.
Pada
hakikatnya, bekerja adalah kodrat manusia. Agama mengajarkan pada kita bahwa
ketika Adam jatuh dalam dosa dan dibuang ke dunia maka saat itu juga manusia
dikodratkan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Sejak kecil pun manusia
sebenarnya sudah bekerja, meskipun tidak dalam konteks utuk memenuhi kebutuhan
ekonomi dalam kehidupannya. Mereka berinteraksi dengan manusia lain dan
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam kehidupannya.
Seiring
perkembangan kehidupan manusia, konteks pekerjaan berubah menjadi hal yang
dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Thomas Aquinas seperti dikutip
oleh Sumaryono (1995) menyatakan bahwa setiap wujud kerja mempunyai empat macam
tujuan, yaitu :
Memenuhi
kebutuhan hidup.
- Hasil dari
melakukan pekerjaan dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
baik kebutuhan akan pangan, sandang, papan maupun kebutuhan lain.Mengurangi
tingkat pengangguran dan kriminalitas.
- Adanya
lapangan pekerjaan akan mencegah terjadinya penganguran, yang berarti pula
mencegah semakin merebaknya tingkat kejahatan.
- Melayani
sesama. Manusia
dapat berbuat amal dan kebaikan bagi sesamanya dengan kelebihan dari hasil
pekerjaan yang dilakukannya. Manusia juga dapat melayani sesama melalui
pekerjaan yang dilakukannya.
- Mengontrol gaya hidup. Orang dapat mengontrol gaya hidupnya
dengan melakukan suatu pekerjaan. Dengan bekerja, orang akan mendapatkan suatu
rutinitas kegiatan dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan rutinitas tersebut,
tentunya orang akan dapat mengatur, merencanakan dan mengontrol kegiatan apa
yang akan dilakukan dalam kehidupannya.
- Profesi merupakan bagian dari
pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan adalah profesi. Sebagai contoh,
pekerjaan staf administrasi tidak masuk dalam golongan profesi karena untuk
bekerja sebagai staf administrasi seseorang bisa berasal dari berbagai latar
belakang pendidikan, pengetahuan dan pengalaman, sedangkan akuntan merupakan
profesi karena seseorang yang bekerja sebagai akuntan haruslah berpendidikan
akuntansi dalam, memiliki pengalaman kerja beberapa tahun dikantor akuntan.
Profesi
adalah suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan
tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan keterampilan tertentu
yang didapat melalui pengalaman kerja pada orang yang terlebih dahulu menguasai
keterlampilan tersebut, dan terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Bulle
seperti dikutip Gilley Dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan
pengetahuan, di mana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh
masyarakat. Definisi ini meliputi tiga aspek, yaitu ilmu pengetahuan
tertentu, aplikasi kemampuan/kecakapan, dan berkaitan dengan kepentingan umum.
Dari
beberapa uraian mengenai profesi seperti di atas, dapat disimpulkan beberapa
catatan tentang profesi sebagai berikut:
- Profesi
merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan keterlampilan atau keahlian khusus
yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan umumnya.
- Profesi
merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sebagai sumber utama nafkah hidup dan
keterlibatan pribadi yang mendalam dalam menekuninya.
- Profesi
merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus
memperbaharui keterampilannya sesuai perkembangan teknologi.
Kemudian,
dari berbagai pengalaman tentang profesi, tercatat dua hal tentang profesi
khusus yang dibedakan dari profesi-profesi pada umumnya. Dua kategori yang
dianggap sebagai profesi khusus tersebut adalah profesi yang melibatkan hajat
hidup orang banyak dan profesi yang merupakan profesi luhur dan menekankan
pengabdian.
Catatan pokok dari dua profesi
khusus tersebur adalah berikut :
- Pada profesi
tertentu yang melibatkan hajat hidup orang banyak, gelar keprofesionalan
tersebut harus didapatkan melalui pengujian oleh organisasi, dan hanya kandidat
yang lulus yang berhak menyandang gelar profesi ini dan melakukan pekerjaan
untuk profesi ini. Contoh yang paling jelas adalah profesi dokter (kesehatan
manusia) di Indonesia, hanya sarjana kedokteran yang menjadi anggota IDT yang
boleh membuka praktik dokter.
- Profesi
luhur merupakan profesi yang menekankan pengabdian dan pelayanan kepada
masyarakat. Sasaran utama profesi ini adalah mengabdi dan melayani kepentingan
masyarakat, bukan semata-mata mencari
nafkah hidup. Contoh nyata dari profesi ini adalah guru, pendeta, biarawan,
biarawati, penasihat hukum, pengacara, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, perlu dipahami bahwa
dalam kalian pekerjaan dan prefesi, hakikat pekerjaan menuntut manusia untuk
memilih profesi atau keahliannya secara bertanggung jawab sesuai kemampuannya.
Untuk itu, sebelum bekerja dan menjalankan profesi, manusia dituntut untuk
memilih persiapan yang malang dan sebaik-baiknya.
3.3 Profesi dan Profesional
Bekerjalah dengan cinta...
Jika engkau tidak dapat bekerja dengan cinta, lebih
baik engkau
Dan mengambil tempat di depan pintu gerbang
candi-candi,
Meminta sedekah kepada mereka yang bekerja dengan
penuh
suka dan cita.. Kahlil Gibran (Sang Nabi)
Kutipan sajak Kahlil Gibran dalam Sang Nabi di samping, mungkin saja
merupakan bagian dari sebuah profesionalisme. Orang yang profesional versi
Kahlil Gibran adalah orang yang mencintai profesinya. Dengan mencintai profesi,
orang akan terpacu untuk terus mengembangkan kemampuan yang mendukung profesi
tersebut.
Kembali menilik pada pengartian
profesi yang telah di bahas sebelumnya, seorang pelaku profesi haruslah
memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
- Menguasai
ilmu secara mendalam dalam bidangny Di depan sudah dibahas bahwa sebuah profesi akan
mengendalikan suatu pengetahuan khusus yang dimiliki oleh sekelompokan
profesional agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Seorang yang
profesioanl adalah seseorang yang menguasai ilmu secara mendalam di bidangnya,
tidak setengah-setengah atau sekedar tahu saja sehingga benar-benar memahami
hakekat pekerjaan yang ditekuni.
- Mampu
mengonversikan ilmu menjadi ketrampilan Seorang yang profesional juga harus mampu
mengonversikan ilmunya menjadi suatu ketrampilan, artinya dapat melakukan
prektik-praktik atau kegiatan khusus sesuai tugas dan pekerjaannya dengan baik.
Orang yang profesional adalah ornag yang tidak sekedar tahu banyak hal tentang
sebuah “teori”, tetapi juga mampu mengaplikasikan dalam kegiatan yang
dilakukan. Selalu menjunjung tinggi etika dan integritas profesi
- Bisanya pada
setiap profesi, khususnya profesi luhur atau profesi yang berkaitan dengan
hajat hidup orang banyak, terdapat suatu aturan yang disebut “kode etik”
profesi. Sebagaii contoh adalah kode
etik pengacara, kode etik kedokteran, kode etik wartawan dan sebagainya. Kode
etik tersebut merupakan aturan main dalam menjalankan sebuah profesi yang harus
ditaati oleh semua anggota profesi yang bersangkutan.
Selanjutnya, seorang yang
profesional adalah seseorang yang menjalankan profesinya secara benar dan
melakukannya menurut etika dan garis-garis profesionalisme yang berlaku pada profesinya tersebut. Untuk menjadi
seorang profesioanl, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki
beberapa sikap sebagai berikut:
- Komitmen
tinggi. Seorang
profesioanl harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
- Tanggung
jawab Seorang
profesional juga harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang
dilakukannya sendiri.
- Berpikir
sistematis.Seoarang
profesional harus mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukan dan
belajar pengalamannya,
- Penguasaan materi. Seorang
profesional harus menguasai secara mendalam bahan/materi pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
- Menjadi
bagian masyarakat profesional.
Seyogyanya seorang profesional harus
menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
Titik penekanan dari profesionalisme
adalah penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi
penerapan. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar
pengetahuan teknologi dan manajemen, tetapi lebih merupakan sebuah sikap. Pengembangan
profesionalisme pada seorang teknisi bukan hanya meurjuk pada ketrampilan yang
tinggi, melainkan juga tingkah laku yang sesuai kriteria.
Selanjutnya,
untuk mengingatkan nilai profesioanlisme suatu profesi serta untuk membentuk
suatu standardiasi profesi, biasanya dibentuk organisasi-organisasi profesi.
Organisasi profesi ini mengatur keanggotaan, membuat kebijakan etika profesi
yang harus diikuti oleh semua anggota, memberi sanksi bagi anggota yang
melanggar etika profesi, dan membantu anggota untuk dapat terus memperbaharui
pengetahuannya sesuai pekembangan teknologi.
Beberapa organisasi profesi telah
berkembang di Indonesia dengan harapan semakin meningkatkan profesionalitas
para pelaku profesi tersebut. Caranya dengan memberikan garis-garis atau
pedoman profesionalisme. Organisasi profesi ini juga merupakan bagian dari
pengembangan sebuah profesi dalam proses profesionalismenya untuk mengembangkan
profesi ke arah status profesional yang diakui leh pemerintah dan masyarakat
pengguna jasa.
3.4 Mengukur
Profesionalisme
Seringkali
kata profesionalisme ditambah dengan “isme”
yang kemudian menjadi profesionalisme. Kata isme
berarti paham. Ini berarti pula bahwa nilai-nilai profesional harus menjadi
bagian dari jiwa seseorang yang mengemban sebuah profesi. Selanjutnya, muncul
pertanyaan mengenai bagaimana mengukur profesionalisme seseorang?
Sebelum mengukur profesionalisme,
harus dipahami terlebih dahulu bahwa profesionalisme diperoleh melalui suatu
proses. Proses tersebut dikenal dengan istilah “proses profesional”. Proses Profesional atau profesionalisasi
adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistematis
untuk mengembangkan profesi ke arah status profesional.
Untuk
mengukur sebuah profesionalisme, tentunya perlu diketahui terlebih dahulu
standar profesional. Secara teoritis menurut Gilley Dan Eggland (1989),standar
profesional dapat diketahui dengan empat perspektif pendekatan, yaitu:
- Pendekatan berorientasi filosofis.
- Pendekatan
perkembangan bertahap.
- Pendekatan berorientasi karakteristik.
- d.
Pendekatan berorientasi non-tradisonal.
Selanjutnya,
akan dibahas empat perspektif pendekatan tersebut seperti berikut di bawah ini:
3.4.1
Pendekatan Orientasi Filosofi
Pendekatan
orientasi filosofi ini melihat tiga hal pokok yang dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat profesionalisme sebagai berikut:
- Pendekatan
lambang profesional. Lambang
profesional yang dimaksud antara lain seperti sertifikat, lisensi, dan
akreditasi. Sertifikat merupakan lambang bagi individu yang profesional dalam
bidang tertentu. Misalnya, seseorang yang ahli menjalankan suatu program komputer
terentu berhasil melalui ujian lembaga sertifikasi tersebut sehingga akan
mendapatkan sertifikat berstandard internasional. Adapun lisensi dan akreditasi
merupakan lambang profesional untuk produk ataupun institusi. Sebagai contoh,
lembaga pendidikan yang telah dianggap profesional oleh umum adalah lembaga
pendidikan yang telah memiliki status terakreditasi, dan lain-lain. Akan
tetapi, penggunaan lambang ini kurang diminati karena berkaitan dengan
aturan-aturan formal.
- Pendekatan
sikap individu Pendekatan
ini melihat bahwa layanan individu pemegang profesi diakui oleh umum dan
bermanfaat bagi penggunanya. Sikap individu tersebut antara lain adalah
kebebasan personal, pelayanan umum, pengembangan sifat individual dan
aturan-aturan yang bersifat pribadi. Orang akan melihat bahwa individu yang
profesional adalah individu yang memberikan layanan yang memuaskan dan
bermanfaat bagi pengguna jasa profesi tersebut.
- Pendekatan
electic. Pendekatan ini melihat bahwa proses
profesional dianggap sebagai kesatuan dari kemampuan, hasil kesempatan dan
standar tetentu. Hal ini berarti bahwa pandangan individu tidak akan lebih baik
dari pandangan kolektif yang disepakati bersama. Pendekatan electic ini merupakan
pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai
sumber, sistem, dan pemikiran akademis. Dengan kesatuan pendekatan item-item
tersebut diatas, masyarakat akan melihat kualitas profesionalisme yang dimiliki
oleh seseorang sebagai individu ataupun yang mewakili suatu institusi.
3.4.2 Pendekatan Orientasi Perkembangan
Di bagian
depan telah dijelaskan bahwa proses profesionalisme adalah proses evolusi yang
menggunakan pendekatan organisasi dan sistematis untuk mengembangkan profesi
kearah status profesional. Orientasi perkembangan menekankan pada enam langkah
dalam proses berikut:
- Berkumpulnya individu-individu yang memiliki minat
yang sama terhadap suatu profesi.
- Langkah ini merupakan awal dari profesional.
Orang-orang yang memiliki minat serupa dalam suatu profesi, berkumpul membentuk
asosiasi informal yang keanggotaannya masih bersifat sukarela dan belum
terorganisir dengan baik.
- Melakukan identifikasi dan adopsi terhadap ilmu
pengetahuan tertentu untuk mendukung profesi yang dijalaninya. Hal ini tentu
saja disesuaikan dengan latar belakang akademis para pelaku profesi tersebut.
- Setelah individu-individu yang memiliki minat yang
sama berkumpul, selanjutnya para praktisi akan terorganisasi profesi.
- Membuat kesepakatan mengenai persyaratan profesi
berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan hakikat
sebuah profesi, yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertentu yang
diperoleh melalui pendidikan formal dan atau ketrampilan tertentu yang didapat
melalui pengalaman kerja pada orang yang terlebih dahulu menguasai ketrampilan
tersebut.
- Menentukan kode etik profesi yang menjadi aturan main
dalam menjalankan sebuah profesi yang harus ditaati oleh semua anggota profesi
yang bersangkutan.
- Revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu
seperti syarat akademis dan pengalaman melakukan pekerjaan di lapangan. Hal ini
akan berkembang sesuai tuntutan tingkat pelayanan yang diberikan kepada para
pengguna jasa profesi tersebut.
3.4.3 Pendekatan Orientasi Karakteristik
Orientasi
ini melihat bahwa proses profesional juga dapat ditinjau dari karakteristik
profesi/pekerjaan. Ada delapan karakteristik pengembangan proses profesional
yang saling terkait, yaitu:
- Kode etik
profesi yang merupakan aturan main dalam menjalankan sebuah profesi. Kode etik
ini digunakan sebagai aturan langkah bagi seorang profesional akan menjalankan
profesinya.
- Pengetahuan
yang terorganisir yang mendukung pelaksanaan sebuah profesi.
- Keahlian dan
kompetensi yang bersifat khusus.
- Tingkat
pendidikan minimal dan sebuah profesi. Ini penting untuk menjaga mutu profesi
yang bersangkutan.
- Sertifikat
keahlian yang harus dimiliki sebagai salah satu lambang profesional.
- Proses
tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memikul tugas dan tanggung jawab
dengan baik. Proses tersebut misalnya adalah riwayat pekerjaan, pendidikan atau
ujian yang dilakukan sebelum memangku sebuah profesi.
- Adanya
kesempatan untuk menyebarluaskan dan bertukar ide di antara anggota.
- Adanya
tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktik dan pelanggaran
kode etik profesi.
3.4.4 Pendekatan Orientasi Non-Tradisional
Perspektif
pendekatan non-tradisional menyatakan bahwa seseorang dengan bidang ilmu
tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan
kebutuhan sebuah profesi. Orientasi ini memandang perlunya dilakukan
identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, misalnya standardisasi
profesi untuk menguji kelayakannya dengan kebutuhan lapangan, sertifikasi
profesional, dan sebagainya.
Dengan
pendekatan-pendekatan yang dibahas diatas, dapat disimpulakan bahwa mengukur
profesionalisme bukanlah hal yang mudah karena profesionalisme tersebut
diperoleh melalui suatu proses profesional, yaitu proses evolusi dalam
mengembangkan profesi ke arah status profesional yang diharapkan
JAWAB
PROVESI
Pada
prinsipnya Profesi adalah kata serapan dari sebuah tata dalam bahasa Inggris
“Profess”, yang bermakna Janji untuk memenuhi kewajiban melakuakn suatu tugas
khusus secara tetap/permanen. Profesi sendiri memiliki arti sebuah pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan dan
keahlian khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik,
serta proses setrifikasi dan lisensi yangkhususuntukbidangprofesitersebut. Profesi
adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi, keran profesi
memiliki karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya,
berikut aadalah karateristik profesi secara umum:
- Keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan
teoritis : Professional dapat diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang
ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan tersebut
dan bisa diterapkan dalam praktik
- Asosiasi professional : Profesi biasanya memiliki
badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk
meningkatkan status para anggotanya. Organisasi tersebut biasanya memiliki
persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
- Pendidikan yang ekstensif : Profesi yang prestisius
biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi
- Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi
professional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji
terutama pengetahuan teoritis.
- Pelatihan institusional : Selain ujian, juga biasanya
dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional
mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.
Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
- Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan
proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap
bisa dipercaya.
- Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan
kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari
luar.
- Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode
etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar
aturan. Menurut UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN), Kode etik profesi adalah
pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam pembahasan ini ada beberapa bagian
tujuan tujuan kode etik yaitu :
- Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
- Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota
- Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
- Untuk
meningkatkan mutu profesi
- Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi.
- Untuk Meningkatkan
layanan di atas keuntungan pribadi.
- Untuk Mempunyai
organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
- Untuk Menentukan
baku standarnya sendiri.
Mengatur
Diri : Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa
campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior,
praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi
Layanan
publik dan altruisme : Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat
dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter
berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat
Status dan imbalan yang tinggi : Profesi yang paling sukses akan meraih status
yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal
tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan
bagi masyarakat.
Prinsip Etika Profesi
- Tanggung
jawab Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap
hasilnya DAN Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang
lain atau masyarakat pada umumnya.
- Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
- Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Profesionalisme Dalam Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia,
karangan J.S. Badudu (2003), definisi profesionalisme adalah mutu, kualitas,
dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang
profesional. Sementara kata profesional sendiri berarti: bersifat profesi,
memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, beroleh
bayarankarenakeahliannya itu.Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
profesionalisme memiliki dua criteria pokok, yaitu keahlian dan pendapatan
(bayaran). Kedua hal itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan.
Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki profesionalisme manakala memiliki
dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian (kompetensi) yang layak sesuai bidang
tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai kebutuhanhidupnya.
Ciri-ciriprofesionalismedibidangTI:
- mempunyai keterampilan yang tinggi dalam bidang IT
dalam menggunakan peralatan-peralatan dalam melaksanakan tugasnya dibidang IT
- mempunyai ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam
dalam bidang IT dalam manganalisis suatu masalah dan peka didalam membaca
situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas
dasar kepekaan.
- punya sikap orientasi kedepan sehingga punya kemampuan
mengantisipasi perkembangan lingkungan IT yang terbentang dihadapannya.
- punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan
kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain ,
namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
terutama didalam bidang IT.
A.
Pengertian
Tanggungjawab
Tanggungjawab
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya. Sehingga tanggungjawab dapat dipahami sebagai kewajiban menanggung,
memikul jawab, dan menanggung segala sesuatunya. Bertanggungjawab berarti dapat
menjawab bila ditanya tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Orang yang
bertaggung jawab dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan
saja ia bisa menjawab melainkan juga harus menjawab. Dalam pengertian kamus
Bahasa Inggris, tanggung jawab itu diterjemahkan dengan kata: “Responsibility =
having the character of a free moral agent; capable of determining one’s own
acts; capable of deterred by consideration of sanction or consequences”.
Definisi ini memberikan pengertian yang dititiberatkan pada:
- harus ada kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap sesuatu perbuatan.
- harus ada kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan.
B. Unsur-unsurTanggungjawab
Dari segi filsafat, suatu tanggung jawab itu
sedikitnya didukung oleh tiga unsur pokok, yaitu : kesadaran, kecintaan/kesukaan,
dan keberanian.
Sadar
berisi pengertian : tahu, kenal, mengerti dapat memperhitungkan arti, guna
sampai kepada soal akibat dari sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi.
Seseorang baru dapat diminta tanggung jawab, bila ia sadar tentang apa yang
diperbuatnya.
Dengan dasar pengertian ini kiranya dapat dimengerti, apa sebab ketiga golongan
(si bocah, si kerbau, dan si gila ) adalah tidak wajar bila diminta atau
dituntut supaya bertanggung jawab sebab, baik kepada si bocah, si kerbau, dan
si gila, kesemua mereka ini, bertindak tanpa adanya kesadaran, artinya mereka
sama sekali tidak mengerti, akan guna dan akibat dari perbuatannya.
2. Kecintaan/Kesukaan
Cinta, suka menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan, dan kesediaan berkorban.
Cinta pada tanah air menyebabkan prajurit-prajurit kita rela menyabung nyawa
untuk mempertahankan tanah air tercinta. Sadar akan arti tanggungjawablah,
menyebabkan mereka patuh berdiri di bawah terik matahari atau hujan lebat untuk
mengawal, dilihat atau tidak diawasi.
3. Keberanian
Berani berbuat, berani bertanggungjawab. Berani disini didorong oleh rasa keikhlasan,
tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap segala macam rintangan yang timbul
kemudian sebagai konsekueansi dari tindak perbuatan. Karena adanya tanggung
jawab itulah, maka seseorang yang berani, juga memerlukan adanya pertimbangan
pertimbangan, perhitungan dan kewaspadaan sebelum bertindak, jadi tidak
sembrono atau membabi buta. Keberanian seorang prajurit adalah keberanian yang
dilandasi oleh rasa kesadaran, adanya rasa cinta kepada tanah air, dimana
ketiga unsur kejiwaan tersebut tersimpul ke dalam satu sikap: “Keikhlasan dalam
mengabdi, dan dengan penuh rasa tanggung jawab“, dalam menunaikan tugas dan darma
bakti kepada negara dan bangsa.
C.
Jenis-jenisTanggungjawab
- Tanggungjawab Dilihat dari Sifatnya Tanggungjawab
itu bisa langsung atau tidak langsung Tanggung
jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri bertanggung jawab atas
perbuatannya. Biasanya akan terjadi demikian. Tetapi kadang-kadang orang
bertanggung jawab secara tidak langsung . contohnya, kalau anjing saya
merusakkan barang milik orang lain, bukanlah anjing yang bertanggung jawab
(sebab seekor anjing bukan makhluk bebas), melainkan saya sebagai pemiliknya.
Sekurang-kurangnya bila kejadian itu berlangsung di tempat umum. Jadi, di sini saya
bertanggung jawab secara tidak langsung. Sebab saya harus mengawasi gerak-gerik
anjing saya di tempat umum. Tapi kalau seandainya orang masuk halaman rumah
saya tanpa izin dengan maksud mencuri atau maksud apapun juga dan digigit oleh
anjing saya, maka saya tidak bertanggung jawab, karena orang itu tidak berhak
masuk halaman rumah tanpa seizin tuan rumah. Demikian halnya juga dengan anak kecil, bila anak kecil melakukan sesuatu yang
merugikan orang lain, orang tua atau walinya bertanggung jawab atas kejadian
itu, karena anak itu sendiri belum bisa dianggap pelaku bebas. Secara tidak
langsung orang tua atau walinya bertanggungjawab, sebab mereka harus mengawasi
anaknya.
- Tanggungjawab Dilihat dari Subyeknya Tanggungjawab
bila dilihat dari segi subyeknya terbagi menjadi dua bagian, yaitu: tanggungjawab pribadi atau perorangan,
artinya, tanggungjawab seseorang atas perbuatannya. DAN Tanggungjawab kolektif atau kelompok
Tetapi, jenis tanggungjawab ini dalam etika sering kali diajukan pertanyaan
apakah ada tanggungjawab kolektif atau kelompok.
Pertanyaan
ini dijawab dengan cara berbeda-beda. Beberapa etikawan menerima kemungkinan
tanggung jawab kolektif, tapi lebih banyak menolaknya. Kadang-kadang kita
mendapat kesan bahwa memang ada tanggung jawab kolektif. Tanggung jawab tidak
dimaksudkan penjumlahan tanggung jawab beberapa individu. Bukan maksudnya bahwa
orang A bertanggung jawab di samping orang B, C, dan D. sebab, tanggung jawab
seperti itu hanya merupakan struktur lebih kompleks dari tanggung jawab pribadi
dan tidak menimbulkan kesulitan khusus. Juga tidak dimaksudkan bahwa dalam
suatu kelompok beberapa orang bertanggung jawab untuk sebagian, seperti
misalnya dalam sebuah geng penjahat ada yang merencanakan, ada yang membantu
dan ada yang melaksanakan tindak kejahatan. Juga tidak dimaksudkan bahwa banyak
tindakan pribadi kita mempunyai dampak sosial. Hal itu tidak mengherankan,
sebab akibat kodrat social manusia perbuatan – perbuatan pribadi kita dengan
banyak cara terjalin dengan kepentingan orang lain, bahkan dengan masyarakat
sebagai keseluruhan. Yang dimaksudkan dengan tanggung jawab kolektif ialah
bahwa orang A, B, C, dan D dan seterusnya, secara pribadi tidak bertanggung
jawab, sedangkan mereka semua bertanggung jawab sebagai kelompok atau
keseluruhan. Tanggungjawab Dilihat dari Obyek dan
Relasinya Selain jenis tanggungjawab di atas, ada juga tanggungjawab yang
dilihat dari obyeknya dan relasi manusia yang komponen yang lainnya.
Manusia
itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain.
Untuk itu dia mengahadapi manusia dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan
alam. Dalam usahanya itu manusia juaga menyadari bahwa ada kekuatan lain yang
ikut menentukan yaitu kekuasaan Tuhan. Atas dasar itu, lalu dikenal beberapa
jenis tanggung jawab, yaitu: tanggungjawab terhadap diri sendiri, tanggungjawab
terhadap keluarga, tanggungjawab terhadap masyarakat, tanggungjawab terhadap
bangsa dan Negara, dan tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Tanggungjawab
terhadap Diri Sendiri Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran
setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan
kepribadian sebagai manusaia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan
masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendri. Menurut
sifat dasarnya anusia adalah makhluk bermoral, tetapi manusia juga seorang
pribadi. Karena merupakan seorang pribadi maka manusia mepunyai pendapat
sendiri, perasan sendiri, angan-angan sendiri. Sebagai perwujudan dari
pendapat, perasaan,dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal
ini manusia tidak luput dari kesalahan kekeliruan, baik yang disengaja maupun
tidak.
- Tanggungjawab terhadap Keluarga Keluarga
merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suam-istri, ayah-ibu, dan
anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tanggungjawab ini
menyangkut nama baik keluarga. Dan tanggungjawab juga merupakan kesejahteraan,
keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
- Tanggungjawab terhadap Masyarakat Pada
hakikatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan
kedudukannya sebagai makhluk sosial Karena
membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain
tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat
yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat lain agar
dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila segala
tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
- Tanggungjawab terhadap Bangsa/Negara Suatu
kenyataan lagi, bahwa tiap mausia, tiap individu adalah warga Negara suatu
Negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat
oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak
dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus
bertanggung jawab kepada negara.
- Tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha
EsaTuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab,
melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia bertanggung jawab langsung
terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman
Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama.
Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperintahkan oleh Tuhan
dan jika dengan peringatan yang keras pun manusia masih juga tidak menghiraukan
maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah
Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggungjawab yang seharusnya dilakukan oleh
manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi
tanggungjawabnya, manusia perlu pengorbanan.
- Tanggungjawab
Retrospektif dan Prospektif Bila dilihat berdasarkan proses kejadiannya, maka
terdapat dua macam tanggungjawab, yaitu tangung jawab retrospektif dan tanggung
jawab prospektif.
- Tanggungjawab Retrospektif Tanggungjawab
retrospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan
segala konsekuensinya. Bila
seorang apoteker telah memberi obat yang salah karena kurang teliti membaca resep
dokter, maka ia bertanggung jawab. Bila kemudian ketahuan, ia harus memperbaiki
perbuatannya itu dengan memberi obat yang betul. Dan seandainya kekeliruannya
ternyata mempunyai akibat negative, seperti misalnya penyakit pasien bertambah
parah, ia harus memberi ganti rugi seperlunya. Contoh tentang tanggung jawab
prospektif ialah bahwa pagi hari ketika membuka apoteknya si apoteker
bertanggung jawab atas semua obat yang akan dijual hari itu
- Tanggung Jawab Prospektif Tanggung jawab
prospektif ialah tanggung jawab atas perbuatan yang akan datang .Dalam
hidup sehari-hari kita lebih banyak mengalami tanggung retrospektif, karena
biasanya tanggung jawab baru dirasakan betul-betul, bila kita berhadapan dengan
konsekuensinya. Di sini pun kiasan “harus bertanggung jawab” tampak dengan
paling jelas. Sebelum perbuatan dilakukan, pelaku bersangkutan sudah
bertanggung jawab (dalam arti prospektif), tapi saat itu tanggung jawabnya
masih terpendam dalam hatinya dan belum berhadapan dengan orang lain. Baik tanggung
jawab retrospektif maupun untuk tanggung jawab prospektif berlaku bahwa tidak
ada tanggung jawab, jika tidak ada kebebasan. Tingkat-tingkat
Tanggungjawab Suatu tanggungjawab berdasarkan kebebasan yang dimilikinya, kalau
tidak ada kebebasan, tidak ada tanggung jawab juga. Tapi karena kebebasan bisa
kurang atau lebih, demikian juga tanggung jawab ada tingkat-tingkatnya. Tentang
perbuatan sejenis yang dilakukan oleh beberapa orang, bisa saja bahwa satu
orang lebih bertanggung jawab dari pada orang lain. Di sini akan diberikan
beberapa contoh tentang perbuatan yang kira-kira sama jenisnya tetapi berbeda bentuk
tanggungjawabnya, yaitu.
- Anto
mencuri, tetapi dia tidak tahu bahwa ia mencuri.
- Tono
mencuri, karena dia seorang kleptoman.
- Didin
mencuri, karena dalam hal ini dia disangka ia boleh mencuri.
- Gogon
mencuri, karena orang lain memaksa dia dengan mengancam nyawanya.
- Agus
mencuri, karena dia tidak bisa mengendalikakn nafsunya. Tentang
Anto
mengambil tas milik orang lain berisikan uang satu juta rupiah, karena dia
berpikir tas itu adalah tasnya sendiri. Maklumlah, warna dan bentuknya persis
sama dengan tas yang juga miliknya. Ketika sampai di rumah dan membuka tasnya,
barulah ia menyadari bahwa tas itu ternyata milik orang lain. Dia tidak bebas
dan tidak bertanggung jawab dalam melakukan perbuatan “pencurian” itu, karena
dia tidak tahu bahwa ia mencuri (bahwa tas itu milik orang lain). Dipandang
dari luar, Anto memang mencuri (mengambil milik orang lain tanpa izin), tapi ia
tidak tahu bahwa ia “mencuri”. Perbuatan itu tidak dilakukakn dengan sengaja.
Karena itu perbutannya sebaiknya tidak disebut “pencurian”.
Tono
juga mengambil tas berisikan uang milik orang lain, tapi dia menderita kelainan
jiwa yang disebut “kleptoman”, yaitu dia mengalami paksaan batin untuk mencuri.
Di sini tidak ada kebebasan psikologis, seperti sudah kita lihat sebelumnya,
dan akibatnya dia tidak bertanggung jawab. Tapi dia perlu ditekankan lagi:
supaya Tono tidak bebas dan tidak bertanggung jawab, haruslah perbuatannya
sungguh-sungguuh berasal dari kleptoman.
Didin
juga mengambil uang milik orang lain. Ia membuatnya dengan bebas, tapi dalam
arti tertentu ia membuatnya terpasa juga. Didin ini seorang duda yang mempunyai
lima anak yang masih kecil. Mereka sudah beberapa hari tidak dapat makan,
karena uangnya habis sama sekali. Ia sudah menempuh segala cara yang dapat
dipikirkan untuk memperoleh makanan yang dibutuhkan. Mengemis pun ia coba.tapi
sampai sekarang ia gagal terus pada suatu ketika kebetulan ia mendapat
kesempatan emas untuk mencuri tas berisikan uang. Kesempatan ini tidak
disia-siakan. Uang yang dicuri itu cukup untuk membeli makanan selama beberapa
bulan. Ibu Didin berpendapat bahwa dalam hal ini ia boleh mencuri Ia
mengahadapi konflik kewajiban. Di satu pihak ia wajib menghormati milik orang
lain dan karena itu ia tidak boleh mencuri. Di lain pihak sebagai seorang bapak
ia wajib memperjuangkan keselamatan anaknya. Ibu Didin berpendapat bahwa
kewajiban kedua harus diberi prioritas dan akibatnya dalam kasus ini ia boleh
mencuri. Perlu diperhatikan bahwa perbuatannya dilakukan secara bebas dan
karena itu ia bertanggung jawab penuh atas perbuatannya. Tapi dipandang dari
sudut etika, dalam kasus ini ia tidak bersalah.
Karena
perawakannya pendek, Gogon dipaksa oleh majikannya untuk masuk kamar seseorang
melalui lobang kisi-kisi di atas pintu, guna mengambil tas berisikan uang
terdapat si situ. Kalau ia menolak, ia akan disiksa dan barangkali dibunuh.
Gogon tidak melihat jalan lain daripada menuruti perintah majikannya. Ia
membuatnya terpaksa, sebab sebenarnya ia tidak mau. Namun ia juga tidak ingin
tertimpa ancaman majikannya. Dalam kasus ini terrnyata Gogon tidak bebas (dalam
arti kebebasan moral) dank arena itu ia juga tidak bertanggung jawab atas
perbuatannya.
Agus mencuri uang satu juta rupiah yang boleh
pemiliknya disimpan dalam sebuah tas. Pada ketika dapat dipastikan tidak ada
orang yang melihat, ia mengambil tas itu dan langsung kabur. Si Agus sudah lama
mencita-citakan akan mempunyai pesawat televisi berwarna. Tapi sampai sekarang
uangnya tidak cukup. Karena pemilik tas itu lengah sesaat, ia bisa mewujudkan
cita-citanya. Mulai hari itu ia sekeluarga dapat menikmati siaran televisi
berwarna. Jadi, Agus tidak mencuri untuk merugikan pemilik uang itu. Maksudnya
tentu tidak mencelakakan orang itu. Ia malah tidak tahu bahwa orang itu
pedagang kecil yang dalam tas membawa hampir seluruh modalnya yang baru saja
diambil dari Bank. Agus hanya didorong oleh nafsunya mau memiliki pesawat
televisi berwarna, sebagaimana sudah lama dimiliki oleh tetangga dan kenalan
lain. Dengan mencuri uang itu Agus bertindak bebas dan karena itu ia
bertanggung jawab.
Syarat bagi Tanggung Jawab Moral dalam Etika Profesi
Dalam membahas prinsip-prinsip etika profesi dan prinsip-prinsip etika bisnis.
Kita telah menyinggung tanggung jawab sebagai salah satu prinsip etika yang
penting. Persoalan pelik yang harus dijawab pada tempat pertama adalah manakah
kondisi bagi adanya tanggung jawab moral. Manakah kondisi yang relevan yang
memungkinkan kita menuntut agar seseoarang bertanggung jawab atas tindakannya.
Ini sangat penting, karena tidak sering kita menemukan orang yang mengatakan
bahwa tindakan itu bukan tanggung jawabku. Atau, kita pun sering mengatakan
bahwa suatu tindakan sudah berada di luar tanggung jawab seseorang. Lalu, manakah
batas, manakah kondisi atau syarat sah bagi tanggung jawab moral ini? Paling
kurang ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral. Pertama, tanggung
jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu.
Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan
sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari tindakannya.
Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita
untuk menuntut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakakannya
itu. Dengan demikian, syarat pertama bagi tanggung jawab atas suatu tindakan
adalah bahwa tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional. Pribadi yang
kemanapun akal budinya sudah matang dan dapat berfungsi secara normal. Pribadi
itu paham betul akan apa yang dilakukannya.
Kedua, tanggung jawab mengandaikan adanya kebebasan
pada tempat pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut
dari seseorang atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara
bebas. Ini berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam keadaan
terpaksa atau dipaksa. Ia sendiri secara bebas dan suka rela melakukan tindakan
itu. Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara
moral ia dituntut bertanggung jawab atas tindakan itu. Karena itu, tidak
relevan bagi kita untuk menuntut pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu.
Tindakan tersebut berada di luar tanggung jawabnya. Hanya orang yang bebas
dalam melakukan sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakaknya.
Ketiga, tanggung jawab mensyaratkan bahwa orang yng
melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau
dan bersedia melakukan tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam kaitan
dengan syarat kedua di atas. Bisa saja seseorang berada dalam situasi tertentu
sedemikian rupa seakan-akan ia terpaksa melakukan suatu tindakan. Situasi ini
terutama terjadi ketika seseorang dihadapkan hanya pada satu pulihan. Hanya ada
satu alternative. Terlihat seakan-akan di hanya bisa memilih alternative itu.
Lain tidak, bahkan dia tidak bisa memilih alternative tersebut. Dalam keadaan
seperti itu, tampak seolah-olah orang ini memang terpaksa. Itu berarti menurut
syarat kedua di atas, dia tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya karena
tidak bisa lain. Karena itu, tidak relevan untuk menuntut pertanggungjawaban
dari orang itu. Akan tetapi, kalaupun orang tersebut berada dalam situasi
seperti itu, di mana di tidak bisa berbuat lain dari memilih alternative yang
hanya satu itu, ia masu\ih tetap bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas
tindakannya. Ia masih tetapbertanggung jawab atas tindakannya kalau dalam
situasi seperti itu ia sendiri mau (apalagi dengan sadar dan bebas ) memilih
alternative yang hanya satu itu dan tidak bisa dielak itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlakku prinsip yang disebut the
principle of alternate possibilities. Menurut prinsip ini, seseorang
bertanggung jawab secara moral atas tindakannya yang telah dilakukannya hanya
kalau ia bisa bertindak secara lain. Artinya, hanya kalau masih ada alternative
baginya untuk bertindak secara lain, yang tidak lain berarti ia tidak dalam
keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Menurut Harry Frankfurt, prinsip ini tidak sepenuhnya benar. Sebabnya,
seeseoarang masih bisa tetap bertanggung jawab atas tindakannya kalaupun ia
tidak punya kemungkinan lain untu bertindak secara lain. Artinya, kalaupun
tindakan itu dilakukan di bawah ancaman sekalipun, misalnya, tapi kalau ia
sendiri memang mau melakukan tindakan itu, ia tetap bertanggung jawab atas
tindakannya. Dengan kata lain, prinsip bahwa seseorang hanya bisa bertangguung
jawab secara moral atas tindakan yang telah dilakukannya kalau ada kemungkinan
baginya untuk bertindak secara lain, tidak sepenuhnya benar. Menurut Frankfurt,
prinsipyang benar adalah bahwa seseorang tidak bertanggung jawab secara moral
atas tindakan yang telah dilakukannya kalau ia melakukannya hanya karena ia
tidak bisa bertindak secara lain. Artinya, tidak ada alasan lain kecuali bahwa
memang ia terpaksa melakukan itu, dan tidak ada alasan lain selain terpaksa.
Namun, selama ia sendiri mau (berarti alasan dari tindakannya adalah kemauannya
sendiri dan bukan keadaan terpaksa tersebut), ia tetap bertanggung jawab
kendati situasinya seolah-olah ia terpaksa (tidak ada alternative lain).
Etika
merupakan pengetahuan tentang baik dan buruk maupun tentang hak-hak dan
kewajiban moral (akhlak) yang harus disandang oleh seseorang maupun sekelompok
orang. Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik dan buruk yang diterima umum
atau atau yang menyangkut akhlak, budi pekerti, dan susila. Pemerintah
Indonesia mengatur beberapa hal yang menyangkut teknologi informasi dan
komunikasi, khususnya mengenai hak cipta perangkat lunak komputer. Hal tersebut
dimasukan ke dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC)
atau lebih dikenal dengan Undang-undang HAKI (Hak Atas Kekayaan
Intelektual). Akan tetapi dalam penggunaannya tetap harus memperhatikan
beberapa etika, karena menggunakan TIK pada dasarnya adalah kita berhubungan
dengan orang lain dan berhubungan dengan orang lain membutuhkan kode etik
tertentu.
Berikut beberapa etika yang harus
diperhatikan dalam penggunaan TIK.
- Menggunakan fasilitas TIK untuk melakukan hal yang
bermanfaat
- Tidak memasuki sistem informasi orang lain secara
illegal.
- Tidak memberikan user ID dan password kepada orang
lain untukmasuk ke dalam sebuah sistem. Tidak diperkenankan pula untuk
menggunakan user ID orang lain untuk masuk ke sebuah sistem.
- Tidak mengganggu dan atau merusak sistem informasi
orang lain dengan cara apa pun.
- Menggunakan alat pendukung TIK dengan bijaksana dan
merawatnya dengan baik.
- Tidak menggunakan TIK dalam melakukan perbuatan yang
melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
- Menjunjung tinggi Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI). Misalnya, pencantuman url website
yang menjadi referensi tulisan kita baik dimedia cetak atau elektronik
- Tetap bersikap
sopan dan santun walaupun tidak bertatap muka secara langsung.
- Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima
oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di
masyarakat maupun di tempat kerja.
- Dari contoh kasus sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa menjadi seorang teknisi computer harus berhati-hati dalam
menjalankan pekerjaannya. Ia harus memiliki softskill dan hardskill dalam
standarisasi profesinya. Karena sesuatu yang kecil, yakni tidak sengaja
memindahkan file yang tidak seharusnya di pindahkan , bisa menjadi masalah
yang besar dan berhubungan dengan hukum karena melanggar UU ITE.
Seorang Profesi
seharusnya mendalamkan sebuah arti etika dan tanggunggjawab dan softskil standarisasi profesinya. Karena sesuatu yang
kecil, yakni tidak sengaja akan merusak yang besar yang tidak seharusnya di lakukan
, bisa menjadi masalah yang besar dan berhubungan dengan hukum karena melanggar
UU kode etik. Dan menjelaskan bahwa etika profesi sebagai seorang profesionalitas
yang handal serta memperhatikan sebuah kode eti dan tanggungjawab yang besar.
Perkembangannya. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebagai Media
Pembelajaran
Drs. Supriyono.2005.Teknologi Informasi dan Komunikasi.Jakarta:Yudhistira
Agus Budiono dkk, 2007. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PTDian Rakyat